Birthday Greeting




Dear mba Ochie,

Nda wish u
Happy Birthday
God gave a gift to the world when you were born-
a person who loves, who cares,
who sees a person’s need and fills it,
who encourages and lifts people up,
who spends energy on others
rather than herself,
someone who touches each life she enters,
and makes a difference in the world,
because ripples of kindness flow outward
as each person you have touched, touches others.
Your birthday deserves to be a national holiday,
because you are a special treasure
for all that you’ve done.
May the love you have shown to others
return to you, multiplied.
I wish you the happiest of birthdays,
and many, many more,
so that others have time to appreciate you
as much as I do.


With Luv
Nda


Kekuatan atau Kelemahan?



Seringkali, kita gagal sebelum memulai.
Tidak memulai sesuatu karena pikiran untuk maju
terikat oleh belenggu pikiran yang melemahkan.

Pikiran yg melemahkan seperti, 'saya tidak punya modal cukup,
saya tidak cukup ilmu, saya tidak punya waktu',
saya tidak sepandai dia, dll' yang menghambat kemajuan.
Pikiran yg menguatkan ingat cita2 kita dan jangan pikirkan kelemahan kita.
Hitung dan atur yang kita punya, dan jangan hitung dan atur
yang tidak kita punya.


Penulis tidak diketahui, Bits & Pieces, August 15, 1996,
Economic Press Inc


Kadang kelemahan kita bisa menjadi kekuatan terbesar kita. Ambil
contoh kisah seorang bocah 10 tahun yang memutuskan untuk
mempelajari judo walaupun ia telah kehilangan lengan kirinya
dalam sebuah kecelakaan mobil.

Sang bocah belajar dari seorang guru judo Jepang. Bocah ini
benar-benar belajar dengan baik, sehingga ia sendiri tidak
paham, kenapa setelah tiga bulan latihan, sang guru hanya
mengajarkannya satu gerakan.

"Sensei!"akhirnya sang bocah bertanya, "Bukankah saya
seharusnya sudah belajar gerakan lainnya?"

"Ini adalah satu-satunya gerakan yang kamu tahu, tapi ini juga
satu-satunya gerakan yang perlu kamu ketahui", jawab sang Sensei.

Walau tidak begitu memahami, tapi tetap percaya pada gurunya,
bocah ini tetap berlatih dan berlatih.

Beberapa bulan kemudian, sang sensei mengantarkan sang bocah ke
turnamen pertamanya. Terkejut pada kemampuannya sendiri, sang
bocah dengan mudah memenangkan dua pertarungan pertamanya.
Pertarungan ketiga lebih sulit, tapi setelah beberapa saat,
lawannya kehilangan kesabaran dan menyerang, sang bocah dengan
piawai menggunakan satu gerakannya untuk memenangkan
pertarungan. Masih heran dengan kemenangannya, sang bocah masuk
final.

Kali ini, lawannya lebih besar, lebih kuat, dan lebih
berpengalaman. Untuk beberapa saat sang bocah terlihat tidak
sepadan dibanding lawannya. Karena kuatir sang bocah bisa
cedera, wasit menyerukan time-out. Ia bermaksud menghentikan
pertarungan saat sang sensei menginterupsinya.

"Tidak!"interupsi sang sensei, Biarkan ia melanjutkan."

Segera setelah pertarungan dilanjutkan, lawannya membuat
kesalahan kritikal: ia lalai dalam pertahanannya. Secara cepat
sang bocah menggunakan satu gerakan untuk menguncinya. Sang
bocah memenangkan pertarungan dan kejuaraan. Ialah sang
juaranya.

Dalam perjalanan kembali ke rumah, sang bocah dan senseinya
mempelajari kembali setiap gerakan di pertarungan hari itu. Lalu
sang bocah berani menanyakan yang terus dipikirkannya.

"Sensei, bagaimana saya bisa memenangkan kejuaraan hanya dengan
satu gerakan?"

"Kamu menang karena dua alasan!" jawab sang sensei. "Pertama,
kamu hampir memahiri salah satu bantingan tersulit dari semua
gerakan di judo. Kedua, satu-satunya pertahanan yang telah
diketahui terhadap gerakan itu adalah jika lawan kamu menangkap
lengan kiri kamu"

Kelemahan sang bocah telah menjadi kekuatan terbesarnya.

According to Your Faith be It Unto You


My father is a very healthy man. I’ve never heard that he needs to go to any physician for any disease or illness except for general check-up.
He always trusts that good food, good living habit will keep his body stable and well maintained.

Since I was a little kid, I can recall that my father always do whatever to keep his body in good shape and consume only good foods. He used to be a smoker, but he successfully quit smoking in onetime decision. He has never failed about quitting the habit since 1993.

He did yoga; head-standing was not too difficult for him. He practices medical recommendation he read in Reader’s Digest magazine as much as he can; such as muscles exercising, eating fresh veggies and fruits. He can hold breath longer than I can do; he can do Push-ups, Scot-jumps, sit-ups better than his kids.

Just two hours ago, I heard that he had serious problem with his health. He had vomited more than 10 times (20 times; my sister said). Dehydration symptoms started to fill my mind. I called my mother immediately who was in a family’s house.
She told me to take my father to the Emergency room (UGD) of Pertamina Hospital directly.

My sister said that father refused to go to the doctor. My father is always trust God’s power to heal man’s disease. It is difficult to reject his faith in that way. I sent emails to some Christian friends to pray for my father so nothing worse will happen as what entered my mind.

I believe God can heal any disease without any man’s help or advice; but we need to go to the doctor for medical suggestion not spiritual suggestion only. Isn’t it a contradiction in a way of believing? He believes prayer changes things.

According to your faith be it unto you… Mat 9:29

Kualitas yang sama dgn Overseas MBA?


I found it so inspiring from a websurfing after lunch time.
http://wishnuiriyanto.blogspot.com/2007/01/mba.html

Thanks to Pak Wishnu.

Btw, the picture on the left shows courage, bravery.

MBA

Wishnu Iriyanto

Ada satu anggapan yang diterima oleh banyak orang bahwa mereka yang datang dengan gelar akademik lebih tinggi, misalnya MBA dari universitas ternama di luar negeri berpeluang jauh lebih tinggi untuk bisa berhasil dalam bisnis nya dibanding mereka yang datang dengan kualifikasi lebih rendah dan bersifat lokal.

Saya percaya bahwa dengan memiliki suatu kualifikasi extra, seseorang akan memilki keunggulan tertentu dalam berbisnis dibanding yang tidak memilikinya tapi kalau ditanya apakah itu akan membuat dia menjadi “sulit dikejar” oleh lulusan lokal dalam permainan bisnis jangka panjang, Saya akan jelas jelas menolak pendapat ini.

Alasan saya tiba tiba masuk ke topik ini sebetulnya karena beberapa hari lalu saya ngobrol dengan seorang teman lewat MSN. Setelah ngalor-ngidul ke area area yang tidak jelas, tiba tiba saya bertanya; bagaimana kabarnya bisnis mu? Dia kebetulan berbisnis makanan. Jawaban dia sangat menyedihkan saya, dia bilang; ”saya kelihatannya akan memutuskan untuk mundur dari bisnis ini, karena persaingannya terlalu berat. Bayangkan untuk bisnis dengan skala seperti ini saja, pesaing saya banyak yang title nya MBA luar negeri. Belum lagi modalnya besar besar. Saya seperti berhadapan dengan raksasa, jadi sebelum saya “tenggelam” lebih dalam, mending saya keluar dengan bawa sisa modal yang tersisa”. Dia bilang lagi ”saya akan coba cari bisnis yang pesaingnya tidak terlalu berat saja.”

Kalau saya analisa secara cepat saja, teman saya ini kehilangan gairah, motivasi, dan nyali nya ketika berhadapan dengan pesaing pesaing yang dianggap lebih pintar dan bermodal.

Saya berpendapat, ini mungkin terjadi di banyak kasus dan dengan skala ketakutan yang berbeda beda. Dan menurut saya ketakutan itu bersifat menghancurkan semangat dan motivasi yang mana merupakan modal terpenting setiap orang untuk bisa berhasil.

Dalam tulisan saya yang sekarang ini, saya hanya akan memfokuskan pada latar belakang pendidikan, soal modal dan unsur ketakutan, saya harap saya bisa bahas di kesempatan yang berbeda.

Sepanjang saya bekerja dengan university di 10 negara (Australia, New Zealand, Singapore, Malaysia, china, USA, UK, German, Swiss, dan Canada) saya menemukan bahwa rata rata MBA itu terdiri atas 12 – 16 unit pelajaran.

KAlau di Australia dimana kebetulan saya juga pernah bersekolah MBA, rata rata university disini menjalankan MBA nya berdasarkan 12 unit subject.


Sejauh pelajaran diajarkan di university saya, tiap unit rata rata memiliki 2 buku pegangan utama dan rata rata 5 buku pendamping.

Jadi, kesimpulaannya adalah, bila seseorang mentok dibiaya, tapi bila mendisiplinkan diri untuk belajar dan menguasai min 7 buku, dia sebetulnya secara informal, sudah menguasai unit itu. Nah kalau dia cukup mendisiplinkan diri dengan membaca 84 (12x7) buku pegangan wajib dan pegangan pendamping program MBA di university, walau dia nggak punya gelar resmi, dia tidak kalah dan tidak perlu minder terhadap lulusan MBA setidaknya dari Australia.


Saya percaya sekali akan keberhasilan konsep alternatif seperti ini. Bahkan kalau mau lihat lebih dalam lagi, sebagian dari mereka yang belajar MBA, sebetulnya tidak benar benar menjiwai sekali bidang ini, mereka hanya ambil karena alasan gengsi dan koleksi gelar (agar nanti karir professional mereka bisa “menang start” dibanding yang tidak punya gelar yang sama).

Tentu saja banyak juga diantara mereka yang benar benar berjuang dan diperlengkapi dengan tujuan yang benar yaitu menguasai ilmu itu secara utuh, tapi kalau hanya dibandingkan dengan yang bertujuan gengsi dan koleksi gelar (mungkin mereka tidak sadari tujuan ini – tapi hasil akhir sekolah, yaitu dengan melihat penguasaan materi secara keseluruhan, memperlihatkan kesimpulan itu), mereka yang baca dan belajar bukunya secara otodidak, lulusan lokal sama sekali tidak perlu minder, apalagi takut bila harus bersaing dengan mereka.

Sebagaimana pengalaman-pengalaman pribadi saya di masa lalu selaku pemilik usaha dari organisasi beranggotakan sekitar 50 orang, dimana saya mengamati orang yang pernah singgah di organisasi kami dan memberikan pelayanannya untuk saya dan organisasi, saya menyimpulkan bahwa keberhasilan itu lebih dipengaruhi banyak sekali oleh faktor karakter (seperti teachable, rendah hati, punya sikap hati yang benar untuk dipimpin, setia dll) serta mental menang dibanding tingkat pendidikan dan reputasi university darimana dia berasal.

Mungkin ada pembaca yang lagi lagi bosan kalau tulisan saya banyak kembali ke faktor karakter sebagai pendukung keberhasilan, tapi memang sebetulnya itu lah yang memang saya temukan dari pengamatan pribadi saya. (yang tentu saja rekan lain boleh disagree karena pengalaman rekan yang berbeda dengan saya)

Misalnya dalam contoh di organisasi saya:

Pada suatu waktu, adik saya membawa teman pelayanan di gerejanya yang kebetulan hanya lulusan smu untuk mendaftar sebagai pegawai untuk posisi asisten bagi salah satu konsultan sekolah ke luar negeri kami. Secara umum, konsultan konsultan kami adalah lulusan luar negeri dan asisten asisten mereka merupakan setidaknya lulusan s1 lokal (kadang malah ada yang lulusan luar negeri juga).

Karena adik kandung saya yang memperkenalkan, saya memperhatikan dengan sedikit lebih serius. Calon pegawai ini latar belakang pendidikannya adalah SMU dan selama beberapa tahun terakhir bekerja sebagai marketing perusahaan mebel di PLUIT.

Anggapan saya saat itu, dia sebetulnya tidak qualified untuk bekerja di organisasi kami, tapi karena sudah diperkenalkan secara langsung, saya harus menemukan cara untuk menolaknya secara halus.

Akhirnya saya ada ide, saya minta calon pegawai baru ini untuk membaca 7 buku (yang saya pilihkan sendiri, dengan rata rata 180 an halaman dengan topic topic marketing praktis, management, motivasi, leadership dll) selama 7 hari kedepan. Nanti sesudahnya akan saya test, kalau saya puas dia sudah membaca dan menguasai nya secara memadai, saya akan kasih buku berbeda dalam jumlah yang sama dan dalam waktu yang sama yaitu 7 buku selama 7 hari. Ini akan berlanjut sampai dengan 3 putaran. Jadi jumlahnya adalah 21 buku untuk 21 hari. Terakhir, saya yang akan putuskan apakah akan diterima atau tidak berdasarkan kemampuan dia untuk menguasai apa yang saya berikan.

Tadinya saya pikir test jenis ini akan menakutkan dia, ternyata dia dengan bersemangat menerima jenis test kerja yang tidak umum ini.

Sebagai bayangan, sambil dia lakukan test itu, dia masih bekerja di pluit sementara dia tinggal di TG priok yang waktu tempuh naik kendaraan umumnya sekitar 90 – 120 menit diperjalanan. Jadi bisa dibayangkan kalau sebetulnya dia nggak punya waktu banyak untuk baca.

Hari ke 6, di telp saya untuk janjian ketemu besoknya untuk minta di test, padahal saya sendiri aja sudah lupa soal itu, karena saya tidak benar benar berpikir anak ini akan betul betul konsisten dengan janji membacanya.

HAri ke 7, test berjalan memuaskan, dia benar benar membaca seluruh buku. Sampai pada tahap ini, saya cukup surprise dengan kemauan nya untuk menang. Untuk ukuran orang yang dimasa lalu jarang baca buku dan sementara kerja full time ditempat yang jauh, saya masih bertanya tanya bagaimana dia me-manage hal ini yaitu bekerja dan baca buku dalam jumlah lumayan banyak serta dalam periode waktu yang sempit.

Hari ke 13, saya di telp lagi, Cuma sekarang yang telp adik saya. Dia bilang kalau temannya ini sekarang di rumah sakit. Dia pingsan mendadak. Saya luarbiasa kaget, dan saya tanya kenapa, adik saya bilang dia kurang tidur karena baca buku yang saya berikan.

Ketika saya mau jenguk, dia bilang nanti aja jenguk dirumah nya langsung, karena nggak lama lagi mereka diijinkan dokter untuk langsung pulang tanpa perlu dirawat dirumah sakit.

Belakangan saya tahu kalau ternyata itu pingsannya yang ke 3 kali dalam 12 hari kebelakang. Saya luarbiasa merasa berdosa saat itu. Saya tidak mengira kalau akibat test diluar system normal seperti itu membuat anak ini pingsan berulang ulang.

Tapi pada saat yang sama, saya menyadari ada kekuatan luarbiasa dalam diri anak ini, dia memiliki kemauan menang dan setidaknya satu bagian dari karakter yaitu teachable (bisa/mau diajar), ada pada dirinya diatas dosis normal.

Saya gembira sekali dengan penemuan saya ini, karena tidak banyak orang yang akan mencoba batas ketahanan tubuhnya sendiri demi memenuhi target yang sebetulnya saya sadari kurang realistis dari sisi waktu.

Pada akhir cerita, anak ini jadi pegawai ditempat kita, militansi kerja nya sangat mengagumkan, dan dia bukan hanya akhirnya jadi konsultan ditempat kita, tapi malah menduduki posisi pemimpin di salah satu cabang kami di Jakarta.

Yang hebatnya, di kantor cabang yang dipimpinnya, tanpa fasilitas yang cukup, dia mampu merubah kantor yang penjualannya merosot (walau dipegang lulusan luar negeri selama 2x berturut turut) menjadi posisi positif. Mental menang nya membuat dia yang cuma lulusan SMU bisa berdiri sejajar dengan konsultan lain yang lulusan luar negeri.

Walaupun dalam jangka pendek mereka yang memiliki gelar gelar yang kelihatan wah, sepertinya “menang start”, tapi dalam perlombaaan jangka panjang, sebetulnya etos kerja, karakter, mental menang, motivasi pribadi yang kuat (hal hal yang benar benar dasar), dan mereka yang mampu menumbuhkan keahlian otodidak lah yang akan menang.

Bicara tentang otodidak, saya berpendapat kualitas generasi sekarang relative kalah dengan generasi jaman dahulu. Saya pernah dengar cerita kalau oma nya teman saya, belajar bahasa perancisnya cuma lewat nonton bioskop. Malah dia sengaja sembunyi agar bisa nonton film itu 4 kali berturut turut dengan cuma bayar sekali. Dan menurut saya, kualitas bahasa perancisnya sangat bagus sekali untuk kategori orang yang tdk pernah kursus, hanya belajar dari bioskop dan tidak pernah pergi ke perancis. Tambahan lagi, oma nya ini kenal hanya sedikit sekali orang perancis di Jakarta sebagai partner bicara.

Oma ini bilang, di jamannya, hal hal otodidak seperti ini, bukanlah hal istimewa bagi kalangan intelektual saat itu. Coba bandingkan dengan kalangan intelektual kita saat ini, berapa banyak yang memilki skill otodidak pada level yang sama dengan oma tadi?

Memang sampai saat ini fasilitas pemerintah terhadap pendidikan murah, perpustakaan berkualitas dan akses akses terhadap pendidikan alternative masih sangat kurang dibanding Negara Negara lain, tapi saya berpendapat kegagalan terbesar bangsa ini masih bukan di pendidikan, tapi di mental menang dan karakter yang baik yang seharusnya dimiliki secara nasional.

Maafkan saya untuk kalimat seperti itu, terutama bagi mereka yang memang tidak termasuk golongan kebanyakan.

Mungkin mau sharing sedikit, semenjak saya di Melbourne dalam rangka mengembangkan kantor cabang kecil kami, saya merasa visi saya dibuat makin jelas oleh Tuhan dari hari ke hari. Pada saat saat hening, saya merasa sepertinya panggilan saya adalah di penciptaan sekolah sekolah alternatif yang bersifat singkat, mampu menghasilkan orang orang dengan kualitas karakter yang memadai dan mental menang yang excellent serta memperlengkapi mereka dengan skill yang memadai (tidak harus bersifat akademik) yang pada akhirnya memungkinkan mereka untuk bertarung dengan kesulitan hidup.

Saya merasa beban panggilan terbesar saya justru ada pada anak anak, karena setiap kali saya membaca berita yang luarbiasa banyaknya anak anak yang akhirnya kehilangan potensi terbaik mereka karena kurangnya motivasi dan menghabiskan tahun tahun terbaik mereka hanya untuk bertahan hidup di jalanan dan tidak menyadari visi visi besar yang secara alami ada pada diri mereka masing masing, saya merasa hati saya menangis. Saya menjerit kepada Tuhan untuk mengirimkan seseorang untuk melakukan sesuatu atas situasi ini. Lingkaran setan kemiskinan dan kebodohan ini harus diputus bagaimanapun caranya.

Apabila ditanya apakah saya sudah mempunyai gambaran yang jelas mengenai ini, saya akan menjawab sama sekali tidak ada, tapi saya percaya Tuhan akan berikan itu pada waktunya dan saya percaya pada saatnya nanti Tuhan akan kirimkan orang orang terbaik dengan panggilan yang sama untuk kita bisa sama sama lakukan hal ini.

Di Australia ini, saya menyaksikan banyak sekali orang orang dengan etos kerja yang biasa biasa saja, tapi menikmati hidup yang layak, saya percaya Indonesia juga memilki puluhan juta pekerja dengan etos kerja yang tidak kalah kuatnya, tapi kenapa anak anak negeri ini harus menderita lapar, kekerasan fisik, harga diri yang rendah, hilangnya harapan sambil menyaksikan balita balita mereka kelaparan dan menangis karena kekurangan gizi.

Oleh karena itu tujuan dari rintisan pembuatan artikel artikel ini salah satunya adalah untuk men-draft-kan pemikiran pemikiran saya, agar suatu saat kelak bisa saya gunakan untuk merencanakan sesuatu yang berguna bagi visi dasar saya.

Sebetulnya saya berharap melalui bergabungnya saya di milis, saya bisa bertemu orang orang dengan skill, keterbebanan yang sama serta panggilan yang serupa utk kita bisa sama sama berpikir dan bertindak walau cuma dalam skala yang tidak besar tapi bisa mempengaruhi dampak masa depan anak anak.

Memang karena saya saat ini di Melbourne, tidak banyak yang saya bikin, tapi saya hanya berdoa semoga Tuhan terus pertajam visi, skill dan beban saya untuk bisa mematangkan konsep kasar yang saat ini saya percaya Tuhan sudah taruh di hati saya.

Saya percaya Tuhan memberkati dan membuka jalan bagi setiap pejuang yang bertekun hingga akhir dalam memenuhi panggilannya.

I am Going to Thank YOU Right Now


Dear GOD:
I want to thank You for what you have already done.
I am not going to wait until I see results or receive rewards;
I am thanking you right now.
I am not going to wait until I feel better or things look better;
I am thanking you right now.
I am not going to wait until people say they are sorry or until they stop talking about me; I am thanking you right now.
I am not going to wait until the pain in my body disappears;
I am thanking you right now.
I am not going to wait until my financial situation improves;
I am going to thank you right now.

I am not going to wait until the children are asleep and the house is quiet;
I am going to thank you right now.

I am not going to wait until I get promoted at work or until I get the job;
I am going to thank you right now.
I am not going to wait until I understand every experience in my life that has caused me pain or grief; I am thanking you right now.
I am not going to wait until the journey gets easier or the challenges are removed; I am thanking you right now.

I am thanking you because I am alive.
I am thanking you because I made it through the day's difficulties.
I am thanking you because I have walked around the obstacles.
I am thanking you because I have the ability and the opportunity to do more
and do better.

I'm thanking you because FATHER, YOU haven't given up on me.

God is just so good, and he's good all the time.

In our daily lives, we must see that it is not happiness that makes us grateful, but the gratefulness that makes us happy.



Fill in the blanks:
Happiest people are those are able to...................

Watch the picture closely and you can answer or fill in the blanks.

TGiF

Lyric: The Rose


Some say love, it is a river,
That drowns the tender reed.
Some say love, it is a razor,
That leaves your soul to bleed.
Some say love, it is a hunger,
An endless, aching need.
I say love, it is a flower,
And you, it's only seed.

It's a heart afraid of breaking,
That never learns to dance.
It's the dream, afraid of waking,
That never takes the chance.
It's the one who won't be taken,
Who cannot seem to give.
And the soul, afraid of dying,
That never learns to live.

When the night has been too lonely,
And the road has been too long,
And you think that love is only
For the lucky and the strong:
Just remember, in the winter,
Far beneath the bitter snows,
Lies the seed, that with the sun's love
In the Spring, becomes the rose.

- Bette Midler

Thoughts On Love


Love begins with a smile, grows with a kiss, and ends with a teardrop.

Success is nothing, without someone you love to share it with. -Billy Dee Williams in the movie, Mahogany

Love cures people, both the ones who give it and the ones who receive t. - Dr. Karl Menninger

Love does not consist in gazing at each other, but in looking outward together in the same direction. - Antoine de Saint-Exupery

Love is a fire. But whether it is going to warm your hearth or burn down your house, you can never tell. - Joan Crawford

Love is an ideal thing, marriage a real thing; a confusion of the real with the ideal never goes unpunished. - Johann Wolfgang von Goethe (1749-1832)

Age does not protect you from love but love to some extent protects you from age. - Jeanne Moreau

Beware you be not swallowed up in books! An ounce of love is worth a pound of knowledge. - John Wesley

Better to have loved a short man than never to have loved a tall. - David Chambless

Immature love says: "I love you because I need you." Mature love says: "I need you because I love you." - Erich Fromm

Absence is to love what wind is to fire; it extinguishes the small, it enkindles the great. - Comte DeBussy-Rabutin

A man in love is incomplete until he is married. Then he's finished. - Zsa Zsa Gabor

In the arithmetic of love, one plus one equals everything, and two minus one equals nothing. - Mignon McLaughlin

There is only one kind of love, but there are a thousand imitations. - Francois de La Rouchefoucauld

To keep your marriage brimming, with love in the wedding cup, whenever
you're wrong, admit it; whenever you're right, shut up. - Ogden Nash

The course of true love never did run smooth. - William Shakespeare

You can't buy love, but you can pay heavily for it. - Henny Youngman

Men always want to be a woman's first love, women like to be a man's last romance. - Oscar Wilde (1854-1900)

No matter how lovesick a woman is, she shouldn't take the first pill that comes along. - Joyce Brothers

To Love and Be Loved


There was a boy
A very strange enchanted boy
They say he wandered very far, very far
Over land and sea
A little shy and sad of eye
But very wise was he

And then one day
A magic day he passed my way
And while we spoke of many things
Fools and kings
This he said to me
"The greatest thing you'll ever learn
Is just to love and be loved in return"

Motivating

You are Never too Old to Study, to Learn, to Live

Another inspiring woman... Sitting on the front row in her college classes carefully taking notes, Nola Ochs is just as likely to answer que...