Look beyond the phrases, take time to feel and understand deeper . . .

Phrases don’t always give me the whole picture. I sometimes have to look for the hidden wound, at what someone has experienced. I have to ask why this issue seems to be a big deal to the person. 

I listen for the pain, understanding that sometimes the pain doesn’t have anything to do with me. Some pain is so deep it clouds every interaction someone has. The words may just be a mask, covering the pain of hidden wound.

Learning to listen in love means looking past the things people are saying to what they might be feeling. 

If I am humble, I am open to new ideas. If I am loving and sympathetic, I will not bite back. If people get angry at me, I know to look past their anger and ask, “What are they afraid of? What are they anxious or fearful about? What has hurt them?”

Even when faced with harsh words, a great listener always chooses love.

I don't always know people well enough to figure out exactly what’s pressing on their wound; nerves.

I may not be able to figure out what’s going on with their emotions. I have to choose humility and kindness instead of getting the last word. I need to give people grace instead of making my point. When people lash out or get defensive, it’s often because they’re afraid, insecure, or frustrated.

I may know the solution, but I have to learn to hold off. If I want to be a great listener, I have to listen to someone’s feelings and enter into that person’s pain.

People don’t care what I know until they know that I care. They want to feel heard. They want to feel loved. They want to feel understood.

A reminder from P Warren 


02 Oct 2020

Kerukunan Antar Umat Beragama di Maluku di Masa Pandemi Covid-19

Posting ini semoga memberikan kesejukan bagi pembaca dan perasaan damai tinggal di bumi nusantara yang kadang terasa panas karena konflik antar umat beragama dalam bentuk sahut-sahutan di sosial media atau bahkan sampai perusakan bangunan fisik atau kemarahan yang di umbar kepada sesama yang berbeda anutan.

Sedikit kilas balik tentang konflik berkepanjangan di Ambon yang memakan banyak korban jiwa dan meninggalkan banyak anak yatim piatu 1999-2002. Untuk pertama kalinya, seniman Ambon; (Almarhum) Glenn Fredly menjadi produser film; tahun 2014. Film itu berjudul Cahaya dari Timur: Beta Maluku yang mengisahkan kisah nyata Sani Tawainella, seorang pelatih sepak bola asal Ambon, Maluku. Satu hal yang bikin Glenn tertarik menjadi produser lantaran cerita filmnya. Dia ingin memberitahu dunia bahwa di Indonesia, dalam hal ini Ambon, pernah terjadi konflik berdarah pada 1999. Namun, di balik itu ada nilai perdamaian yang bisa dipetik dari ide Sani mengenai sepak bola.

Sekarang di masa pandemi covid-19 ini, banyak beredar di WAG sebuah video yang menunjukkan seorang pendeta berdoa dekat ambulans bagi kesembuhan suster muslim (Suster Noni) yang terkait  Covid-19. Link video ada bawah. Menit ke 2, menunjukkan suatu moment mengharukan tentang penyambutan Suster Noni dengan musik setelah dinyatakan sehat.

Dari video itu tergambar bahwa di wilayah yang pernah terjadi konflik berdarah antar umat beragama sekarang keadaan berbalik dengan terjalinnya kerukunan antar umat yang indah. Pela Gandong (Persatuan persaudaraan) hidup lagi indah. Damai di bumi bukan jargon yang mustahil terjadi di tanah leluhur nenek moyangku.

Terima kasih untuk AT yang merangkum video tsb berikut wawancara dengan  Suster Nitha Pelu orang yang mengenal Suster Noni yang diceritakan dalam video tsb.

Logat Ambon AT yang luwes membuat saya bertanya, kok bisa ya orang berperawakan seperti AT berlogat Ambon itu 😃👍


Klik link ini untuk melihat video terkait isi blog


Saya Kembali Nge-Blog

Di masa Pandemic Covid-19 sekarang ini, terbersit dalam pikiran saya untuk kembali melatih diri  menulis di blog. Semoga bermanfaat dan bukan hanya bagi diri sendiri tapi siapapun yg mampir di blog ini.

Terimakasih untuk Google karena blog saya yang sebenarnya sudah di "archived" oleh google karena tidak pernah saya update sejak sekitar 10 tahun masih bisa saya akses/tampilkan dengan cara relatif praktis, mudah. Dari lupa password, sampai menemukan cara edit blog yang sudah di archived (hilang dari dashboard), bisa saya lakukan dalam beberapa menit. Semua disimpan Google dengan gratis- bagi saya selama belasan tahun. Layanan yang luarbiasa. 

Saya mengurangi jatah waktu bersosial media di FB dan WA demi menulis di blog. Selain untuk mengurangi kecemasan akibat banyaknya berita negatif yang bisa terekam dalam alam bawah sadar, saya ingin mengasah kembali yang sudah tumpul. Apa saja? Banyak hal.
Yang jelas, hari ini harus lebih baik dari kemarin; Semper porro...


Salam sehat selalu. May 21, 2020

Hi, I'm baaaaaack....
Carpe Diem!




Motivating

You are Never too Old to Study, to Learn, to Live

Another inspiring woman... Sitting on the front row in her college classes carefully taking notes, Nola Ochs is just as likely to answer que...